Jumat, 22 Februari 2013

Menghianati Pancasila dan NKRI adalah Tindakan Bughat

Hari kesaktian pancasila adalah sebutan untuk mengingatkan bangsa Indonesia akan tragedy sejarah penghianatan bangsa yang dilakukan oleh suatu kelompok yang ingin mengubah Pancasila sebagai dasar Negera Kesatuan Republik Indonesia dengan komunisme sebagai dasar Negara Indonesia. Momentum ini seharusnya menjadi pelajaran bagi segenap bangsa bahwa segala upaya penggantian dasar NKRI dan usaha menyingkirkan Pancasila merupakan sebuah tindakan penghianatan terhadap bangsa. Dan dengan ‘kesaktian’-nya, Pancasila akan menindak tegas hal tersebut. Karena Pancasila dengan segenap butir-butirnya merupakan hasil kesepakatan bersama para pendiri Negara Indonesia yang telah disesuaikan dengan karakter bangsa dan telah terbukti hingga kini .
Dengan demikian uapaya penggantian Pancasila dengan ideologi lainnya apapun (namanya) merupakan bentuk perlawanan kepada pemerintah Indonesia yang sah. Sebagaimana termaktub dalam الإمــامــة الــعــظــمـى عند اهل السنة والجماعة
ذَهَـــبَ غَــالِــبُ أهْـــلِ الــسُّــنـَّـةِ وَالــجَــمَــاعَــةِ إلَـَى أنـَّــهُ لا يَــجُــوزُ الــخُـــرُوجُ عَــلـَـى أئِــمَّــةِ الــظُّـلْــمِ وَالــجَــوْرِ بِــالــسَّــيْــفِ مَــا لـَـمْ يَـصِــلْ بِــهِــمْ ظُــلـْـمُــهُــمْ وَجَـــوْرُهـُـمْ إلـَى الـكـُـفْــرِ البـَـوَاحِ أوْ تـَـرْكِ الــصَّــلاةِ وَالــدَّعـْـــوَةِ إلـَـيــهَــا أوْ قِــيـَـادَةِ الأُمـَّـةِ بِــغـَـيْــرِ كِــتـَـابِ اللهِ تـَــعــالـَى كـَـمـَـا نـَـصَّــتْ عَــلَــيــهـَـا الأحَــادِيــثُ الــسَّــابِـــقـَـةُ فَِــي أسْــبَــابِ الــعَـــزْلِِ
Mayoritas golongan ahlussunnah wal jama’ah berpendapat bahwa tidak diperbolehkan membangkang terhadap pemimpin-pemimpin yang dhalim dan menyeleweng dengan jalan memerangi selama kedhaliman dan penyelewengannya tidak sampai kepada kekufuran yang jelas atau meninggalkan shalat dan da’wah kepadanya atau memimpin umat tanpa berdasarkan kitab Allah sebagaimana dijelaskan oleh hadits-hadits yang sudah lalu dalam menerangkan sebab-sebab pemecatan imam.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, jika membangkang dari pemerintahan yang dhalim saja tidak boleh apalagi membangkan dari pemerintah Indonesia yang sah dengan mengganti pancasial yang telah terbukti mengamankan bangsa ini dari perpecahan dan pertikaian.
Walaupun usaha penggantian itu bertujuan menjadikan Indonesia lebih baik. Karena sesungguhnya tujuan menjadi lebih baik itu masih bersifat wahm (asumsi) , sedangkan keadaan yang baik ini yang sudah berjalan hingga kini (dari 1945-2012) bersifat pasti. Maka berlakulah kaedah dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih. Apalagi jika penggantian itu dipastikan membawa keburukan. Demikian diterangkan oleh Syaikh Abdul Qadir Audah dalam al-Tasyri’ al-Jina’
ومع ان العدالة شرط من شروط الامامة الا ان الرأي الراجح في المذاهب الاربعة ومذهب الشيعة الزيدية هو تحريم الخروج على الامام الفاسق الفاجر ولو كان الخروج للامر بالمعروف والنهي عن المنكر لان الخروج على الامام يؤدي عادة الى ماهو انكر مما فيه وبهذا يمتنع النهي عن المنكر لان مشروطه لايؤدي الانكار الى ماهو انكر من ذلك الى الفتن وسفك الدماء وبث الفساد واضطراب البلاد واضلال العباد وتوهين الامن وهدم النظام
Memang sikap adil merupakan salah satu syarat-syarat menjadi imam / pemimpin, hanya saja pendapat yang  egar (unggul) dalam kalangan madzhab empat dan madzhab Syi’ah Zaidiyyah mengharamkan bertindak  egar terhadap imam yang fasik lagi curang walaupun  egar itu dengan dalih amar ma’ruf nahi munkar. Karena  egar kepada imam biasanya akan mendatangkan suatu keadaan yang lebih munkar dari pada keadaan sekarang. Dan sebab alasan ini maka tidak diperbolehkan mencegah kemungkaran, karena persyaratan mencegah kemungkaran harus tidak mendatangkan fitnah, pembunuhan, meluasnya kerusakan, kekacauan  egara, tersesatnya rakyat, lemah keamanan dan rusaknya stabilitas. 
Bahkan dalam literatur fiqih usaha pembinasaan Pancasila sebagai dasar Negara sah Republik Indoneia dapat dikategorikan sebagai tindakan pembangkangan bughot. Yaitu menyalahi imam (pemerintah) yang adil dengan cara memberontak dan tidak menta’atinya serta menolak segala perintahnya. Demikian diterangkan dalam Kifayatul Akhyar
والباغي فى اصطلاح العلماء هو المخالف للإمام العدل الخارج عن طاعته بامتناعه من اداء ما وجب عليه ...
Demikian juga sebaliknya jika perubahan faham Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah sebuah kemadharatan yang nyata. Maka usaha dan perjuangan menyelamatkan Pancasila dan melanggengkan sesuatu yang bersifat baik hukumnya fardhu kifayah. Seperti yang dijelaskan dalam kitab كشاف القناع
وَمِنْ فُرُوْضِ الْكَفَايَاتِ الأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ
Diantara fardlu kifayah yaitu memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran.

Tiga Tanda Baligh

Dalam wacana fiqih dikenal istilah bailgh. Baligh dapat dimaknai sebagai sebuah masa dimana seorang mulai dibebani (ditaklif) dengan beberapa hukum syara’. Oleh karena tuntutan hukum itulah orang tersebut dinamakan mukallaf. Sebenarnya tidak semua baligh disebut mukallaf, karena ada sebagian baligh yang tidak dapat dibebani hukum syara’ seperti orang gila. Disinilah kemudian muncul istilah aqil baligh yaitu orang yang telah mencapai kondisi baligh dan berakal sehat (mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah).
Dengan kata lain, seseorang yang sudah baligh dibebani hukum syara’ apabila ia berakal dan mengerti hukum tersebut. Orang bodoh dan orang gila tidak dibebani hukum karena mereka tidak dapat mengerti hukum dan tidak dapat membedakan baik dan buruk, maupun benar dan salah.
Rasulullah SAW bersabda, “Diangkatkan pena (tidak dibebani hukum) atas tiga (kelompok manusia), yaitu anak-anak hingga baligh, orang tidur hingga bangun, dan orang gila hingga sembuh." (HR Abu Dawud). Orang gila dalam hadis ini menunjukkan orang yang tidak berakal.
Ulama fikih sepakat bahwa aqil baligh menjadi syarat dalam ibadah dan muamalah. Dalam ibadah, berakal menjadi syarat wajib salat, puasa, dan sebagainya. Dalam muamalah, terutama masalah pidana dan perdata.
Oleh karena itu, menjadi hal yang sangat penting mengetahui batasan antara baligh dan tidak baligh, karena ini merupakan kunci memasuki hukum syara’. Dalam bahasa keseharian sering dikatakan bahwa baligh menjadi batasan amal seorang anak dihitung pahala dan dosanya.
Adapun tanda-tanda seorang anak dikatakan balig apabila telah mengalami satu dari tiga hal di bawah ini.
Pertama , apabila seorang anak perempuan telah berumur sembilan tahun dan telah mengalami haidh (menstruasi). Artinya apabila anak perempuan mengalami haidh (mentruasi) sebelum umur sembilan tahun maka belum dianggap baligh. Dan jika mengalami (haidh) mentruasi pada waktu berumur sembilan tahun atau lebih, maka masa balighnya telah tiba
Kedua, apabila seorang anak laki-laki maupun perempuan telah berumur sembilan tahun dan pernah mengalami mimpi basah (mimpi bersetubuh hingga keluar sperma). Artinya, jika seorang anak (laki maupun perempuan) pernah mengalami mimpi basah tetapi belum berumur sembilan tahun, maka belum dapat dikata sebagai baligh. Namun jika mimpi itu terjadi setelah umur sembilan tahun maka sudah bisa dianggap baligh.
Ketiga, apabila seorang anak baik laiki-laki maupun perempuan telah mencapai umur lima belas tahun (tanpa syarat). Maksudnya, jika seorang anak laki maupun perempuan telah berumur lima belas tahun, meskipun belum pernah mengalami mimpi basah maupun mendaptkan haid (menstruasi) maka anak itu dianggap baligh.
Hal ini berdasar pada Safinatun Najah
علامات البلوغ ثلاث تمام خمس عشرة سنة فى الذكر والانثى, والاحتلام فى الذكر والأنثى لتسع سنين والحيض فى الانثى لتسع سنين.
Begitulah selayaknya bagi orang tua harus selalu memonitor anak-anaknya agar dapat menjalankan tuntutan syariat sebagaimana mestinya.

Menjaga Sepuluh Mutiara Paling Berharga

Sepeninggal Rasulullah SAW, Malaikat Jibril akan tetap turun ke bumi. Tidak untuk menurunkan wahyu lagi, tetapi guna mengambil sepuluh mutira yang paling berharga dalam kehidupan manusia.
 الحمد لله أحمده وسبحانه وتعالى على نعمه الغزار, أشكره على قسمه المدرار, . أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. واشهد ان سيدنا محمدا عبده و رسوله النبي المختار. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله الأطهار وأصحابه الأخيار وسلم تسليما كثيرا. أما بعد فياأيها الناس اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita kembali menambah kadar ketaqwaan kita kepada Allah swt dengan menghindar berbagai larangan-Nya dan juga menjauhi berbagai perkara yang dibenci Rasul-Nya. Sesungguhnya hanya dengan taqwalah kita akan menghadapi kehidupan ini secara sempurna.
Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Memang tidak selayaknya kita membicarakan keburukan demi keburukan yang terjadi di muka bumi ini. Apalagi keburukan yag terjadi di sekitar kita, yang kerap kali melibatkan orang-orang dekat kita. Alangkah baiknya jikalau kita mulai melangkah menyelesaikan dan membenahi keburukan itu, tidak sekedar membicarakannya.
Tindak korupsi yang tidak kunjung surut, pasar narkoba yang semakin meluas, kriminalitas yang kian tinggi, norma dan nilai moral yang telah bergeser. Begitu merosotnya keadaan di sekitar kita, hingga berbagai fatwa ulamapun dianggap angin lalu.
Guna berbenah itulah kita harus tahu persis akar permasalahan dari keburukan itu. Agar treatmen yang akan diberikan tidak salah sasaran. Nampaknya hadits Rasulullah saw ketika berdialog dengan Malaikat Jibril dapat dijadikan pegangan sebagai indikasi juga sebagai solusi.
Ketika Rasulullah saw dalam keadaan sakit yang menghantarkan belaiu wafat, malaikat Jibril datang menemuinya. Setelah berbincang sejenak Rasulullah saw bertanya kepada Jibril “Jibril, apakah kamu nanti masih akan sering turun ke bumi ketika aku sudah meninggal? Jibril menjawab “masih Rasul, saya akan turun sepuluh kali lagi ke bumi, saya turun untuk mngambil sepuluh mutiara dari bumi ini sepeninggalmu”. Rasulullah saw pun penasaran, lalu bertanya kembali “mutiara macam apa yang igin kau ambil itu? jibril menjawab “لأَوَّلُ) أَرْفَعُ البَرَكَةَ مِنَ الأَرْضِ)mutiara pertama yang akan saya ambil dari muka bumi ini adalah barokah.
Para kyai biasa memaknai barokah dengan ziyadatul khair. Yang secara bahasa dapat diartikan ‘tambah baik’. Artinya, sesuatu itu dianggap memiliki kebarokahan jika memang dapat melahirkan kebaikan yang lain. Misalkan berdagang yang berkah itu akan menjadikan pedagangnya makin banyak bersedekah dan tambah rajin beribadah. Begitu pula ilmu yang barokah itu akan menjadikan pemiliknya berperilaku semakin baik, tidak malah semakin buruk. Ilmu akuntansi yang barokah tidak akan disalah gunakan oleh pemiliknya untuk korupsi.
Jama’ah yang Berbahagia
Mutiara kedua yang diambil oleh Jibril dari bumi adalah rasa dari hati manusia  وَالثَّانىِ) أَرْفَعُ المَحَبَّةَ مِنْ قُلُوْبِ الخَلْقِ) jika demikian, maka yang tersisa hanyalah rasa benci. Lihatlah sekarang di sekitar kita apakah masih ada cinta dalam hati penguasa yang membuat rakyat dan para petani hidup makin sengsara. Bagaimana ada cinta jikalau mereka tega mengimpor bahan baku dan menghancurkan harga local? Apakah itu cinta? Saya kira kita sudah bisa menilia dan menjawabnya.
Mutiara yang ketika yang akan diambil Jibril dari bumi ini adalah rasa sayang diantara keluarga (وَالثَّالِثُ) أَرْفَعُ الشُّفْقَةَ مِنْ قُلُوْبِ الأَقاَرِبِ jikalau harimau tidak akan memangsa anaknya sendiri, tetapi sering kali kita temukan anak dan orang tua saling membunuh, bahkan seorang ibu tega menjual bayinya. Atau bahkan seorang anak menjual bapaknya. Bahkan dalam dunia politik yang semakin menghangat karena musim pilkada berapa saudara yang telah berubah menjadi musuh? Sepertinya rasa sayang antar keluarga semakin menipis. Namun demikian semoga Allah tetap melindungi kita semua.
Mutaiar keempat yang akan diambil oleh Jibril dari bumi ini keadilan di hati pemimpin وَالرَّابِعُ) أَرْفَعُ العَدْلَ مِنَ الأُمَراَءِ) rasa-rasanya mengenai hal ini kita bersama telah pandai menilai. Apakah kekuasaan di sekitar kita masih mengandung keadilan? Dapatkah disebut ke adilan jika terjadi tebang pilih dalam penegakan hukum? Na’udzubillah min dzalik.
Mutiara kelima yang akan diambil oleh Jibril dari bumi ini adalah وَالخاَمِسُ) أَرْفَعُ الحَياَءَ مِنَ النِّساَءِ) rasa malu dari perempuan. Rasa malu itu kini telah dirubah menjadi rasa bangga. Bangga menjadi perempuan simpanan. Bangga menjadi gadis gratifikasi seksual, bahkan sebagian menggunakan alasan seni demi menutupi kemaluan yang telah hilang. Semoga kita semua terhindar dari yang demikian ini.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Mutiara keenam yang akan diambil oleh Jibril dari bumi adalah وَالسَّادِسُ) أَرْفَعُ الصَّبْرَ مِنَ الفُقَراَءِ) kesabaran dari para fakir. Perlu diakui bahwa factor yang mengondisikan negara miskin dan berkembang tetap aman dan tertata adalah kesabaran para fakir dalam menerima bagian mereka. Namun, ketika golongan fakir miskin ini tidak sabar dengan nasib mereka, maka kesenjangan social bisa berubah menjadi kekacauan fisik. Inilah yang tergambar dalam prosesi premanisme di berbagai kota.
Mutiara ketujuh yang diambil oleh Jibril dari bumi adalah وَالسَّابِعُ) أَرْفَعُ الوَرَعَ وَالزُهْدَ مِنَ العُلَماَءِ) wirai dan zuhud dari para ulama. Wira’i adalah menjaga diri dari yang syuhbat dan yang haram, sedangkan zuhud itu tidak mementingkan harta-dunia, keduanya merupakan karakter para ulama. Akan tetapi jika wira’i dan zuhud telah hilang dari ulama maka nilai keulamannyapun mulai berkurang. Nampaknya inilah yang terjadi pada ulama kita. wajarlah jika akhir-akhir ini berbagai fatwa mereka tidak di dengar lagi oleh masyarakat. Pengajian-pengajiannya hanya dianggap sebagai tontonan.
Mutiara ke delapan yang diambil oleh Jibril dari bumi adalah وَالثَّامِنُ) أَرْفَعُ السَّخاَءَ مِنَ الأَغْنِياَءِ) kedermawanan bagi orang kaya. Diantara unsur yang dapat melanggengkan sirkulasi kehidupan ekonomi dan social di suatu masyarakat adalah kesabaran fakir dan kedermawanan orang kaya. Keduanya akan saling mengisi. Namun jikalau semua itu lenyap, maka harmonisme dalam satu masyarakat dapat hilang tergantikan dengan unharmonism.
Jama’ah yang Berbahagia
Mutiara ke Sembilan yang diambil oleh Jibril dari bumi adalah وَالتَّاسِعُ) أَرْفَعُ القُرْآنَ) mengangkat al-Qur’an, tepatnya menghilangkan ruh al-Qur’an itu sendiri sebagai tuntunan dalam kehidupan. Memang, kemajuan teknologi kini makin mempermudah telinga kita mendengarkan lanutnan ayat-ayat al-Qur’an. melalui mp3, DVD, online bahkan juga tafsirnya pun dapat diperoleh dengan mudah pula. Akan tetapi semangat qur’an itu sendiri sekarang makin pudar bersama dengan makin mudahnya mendengarkan al-qur’an. Meski demikian kita harus tetap berusaha memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa agar Jibril tidak mengambil mutiara ini.
Dan terakhir, mutiara yang diambil oleh Jibril dari bumi adalah iman. العاَشِرُ) أَرْفَعُ الإِيْماَنَ) mungkin ini adalah mutiara paling berharga diantara sembilan mutiara lainnya. Atau bisa saja ini adalah urutan mutiara yang paling akhir yang akan diambil oleh Jibril. Sebagaimana struktur teks hadits ini yang memposisikannya paling belakang. Iman itu ada di hati semoga Allah menetapkannya dalam hati kita masing-masing.
Jama’ah yang Dimuliakan Allah
Khotbah kali ini sebenarnya berdasarkan pada hadits yang bunyinya:
رُوِىَ أَنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ نَزَلَ عَلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فىِ مَرَضِ مَوْتِهِ فَقاَلَ ياَجِبْرِيْلُ هَلْ تَنْزِلُ مِنْ بَعْدِى ؟؟ فَقاَلَ نَعَمْ ياَرَسُوْلَ اللهِ أَنْزِلُ عَشْرَ مَرَّاتٍ أَرْفَعُ العَشْرَ الجَواَهِرِ مِنَ الأَرْضِ قاَلَ ياَ جِبْرَيْلُ وَماَتَرْفَعُ مِنْهاَ ؟ قاَلَ ؛ (الأَوَّلُ) أَرْفَعُ البَرَكَةَ مِنَ الأَرْضِ (وَالثَّانىِ) أَرْفَعُ المَحَبَّةَ مِنْ قُلُوْبِ الخَلْقِ (وَالثَّالِثُ) أَرْفَعُ الشُّفْقَةَ مِنْ قُلُوْبِ الأَقاَرِبِ (وَالرَّابِعُ) أَرْفَعُ العَدْلَ مِنَ الأُمَراَءِ (وَالخاَمِسُ) أَرْفَعُ الحَياَءَ مِنَ النِّساَءِ (وَالسَّادِسُ) أَرْفَعُ الصَّبْرَ مِنَ الفُقَراَءِ (وَالسَّابِعُ) أَرْفَعُ الوَرَعَ وَالزُهْدَ مِنَ العُلَماَءِ (وَالثَّامِنُ) أَرْفَعُ السَّخاَءَ مِنَ الأَغْنِياَءِ (وَالتَّاسِعُ) أَرْفَعُ القُرْآنَ (وَالعاَشِرُ) أَرْفَعُ الإِيْماَنَ 
Dari hadits inilah khotib kemudian berusaha mengefaluasai realita zaman sekarang yang ternyata dalam bahasa hadits itu Jibril sudah mulai bertindak turun kebumi satu-persatu mengambil mutiara itu. Semoga masih banyak mutiara yang tersisa. Semoga Allah swt memberikan kekuatan pada kaum muslimin untuk menjaga kesepuluh mutiara tersebut.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ

Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

Menyikapi Hari Valentine

Hari Valentine (Valentine Day) yang jatuh setiap tanggal 14 Februari memiliki sejarah panjang yang erat berhubungan dengan masyarakat nasrani. Kata ‘Valentine’ sendiri diambil dari seorang pendeta ‘pelayan tuhan’ yang bernama Santo Valentine. Ia-lah orang yang berani menolak kebijakan Kaisar Romawi Claudius melarang pernikahan dan pertunangan.
Pelarangan ini berawal dari kesulitan pemerintahan Romawi merekrut pemuda dan para pria sebagai pasukan perang. Padahal pada masa itu, pemerintahan dalam keadaan perang dan sangat membutuhkan tenaga sebagai prajurit. Sang Kaisar menganggap kesulitan ini berasal dari keengganan mereka meninggalkan kekasih, istri dan keluarganya.  Oleh karenanya, Sang Kaisar mengeluarkan peraturan yang melarang pernikahan, karena pernikahan dianggap sebagai salah satu penghambat perkembangan politik Romawi. Peraturan ini kemudian ditolak oleh santo Valentine sehingga ia dihukum mati pada tanggal 14 Februari 270 M.
Hari inilah yang diabadikan oleh gereja sebagai hari Valentine dan dijadikan momentum simbolik pengungkapan kasih sayang oleh masyarakat nasrani. Hanya saja, kemajuan teknologi informasi mampu meruntuhkan tembok pemisah ruang dan waktu. Hingga berbagai budaya itu dianggap milik bersama. Maka banyak sekali kaum muslim yang ikut memeriahkan hari Valentine dengan berbagai tradisinya dan banyak pula kaum nasrani yang ikut memeriahkan hari raya. Bahkan mereka saling memberikan ucapan selamat.
Baiknya, bagi kaum muslimin (khususnya yang sering berinteraksi dengan kaum nasrani) harus berhati-hati karena bisa saja terjatuh dalam kekufuran apabila dia salah meletakkan niat (maksud hatinya). Karena dalam Bughyatul Musytarsyidin dengan jelas diterangkan bahwa:
1) Apabila seorang muslim yang mempergunakan perhiasan/asesoris seperti yang digunakan kaum kafir dan terbersit dihatinya kekaguman pada agama mereka dan timbul rasa ingin meniru (gaya) mereka, maka muslim tersebut bisa dianggap kufur. Apalagi jikalau muslim itu sengaja menemani mereka ke tempat peribadatannya. 2) Apabila dalam hati muslim itu ada keinginan untuk meniru model perayaan mereka, tanpa disertai kekaguman atas agama mereka, hal itu terbilang sebagai dosa. 3) Dan apabila muslim itu meniru gaya mereka tanpa ada maksud apa-apa maka hukumnya makruh.
(مسألة ي) حاصل ما ذكره العلماء فى التزيي بزي الكفار أنه إما أن يتزيا بزيهم ميلا إلى دينهم وقاصدا التشبه بهم فى شعائر الكفر أو يمشي معهم إلى متعبداتهم فيكفر بذالك فيهما وإما أن لايقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم فى شعائر العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم فيأثم وإما أن يتفق له من غير قصد فيكره كشد الرداء فى الصلاة    

Namun jika diperhatikan, fenomena sekarang tidaklah demikian. Kebanyakan kaum muda yang merayakan valentine dengan berbagai macam tradisinya itu sama sekali tidak berhubungan dengan agama. Bahkan jarang sekali dari mereka yang mengerti hubungan valentine dengan agama nasrani.
Yang berlaku sekarang dalam valentine (yang telah mentradisi di kalangan kaum muda juga para santri) menjurus kepada kemaksiatan yang dapat dihukumi haram. Misalkan merayakan valentine dengan mengutarakan rasa sayang di tempat yang sepi dan hanya berduaan. Atau merayakan valentine bersama-sama yang menggannggu ketertiban umum. Apalagi merayakannya dengan pestapora yang me-mubadzirkan harta. Sungguh semua itu diharamkan dalam ajaran Islam. Karena segala hal yang bisa dianggap menyebabkan terjadinya makshiayat hukumnya seperti maksyiatan itu sendiri. Demikian dalam Is’adurrafiq
ومنها الإعانة على المعصية أي على معصية من معاصي الله بقبول أو فعل أوغيره ثم إن كانت المعصية كبيرة كانت الإعانة عليها

Sunnah dan Hikmah Adzan

Suatu ketika Rasulullah saw bersama orang-orang muslim di Madinah berkumpul untuk menentukan cara yang efektif menandai tibanya waktu shalat.
Sebagian dari mereka mengusulkan agar menggunakan lonceng sebagaimana yang dilakukan kaum Nasrani, sebagian yang lain mengusulkan agar memanfaatkan terompet seperti kaum Yahudi.
Setelah beberapa lama berdiskusi, para sahabat belum juga menemukan satu ide yang dapat dijadikan patokan untuk menginformasikan tibanya waktu shalat. Hingga kemudian Sayyidina Umar mengusulkan “mengapa tidak langsung menyuruh seseorang memanggil-manggil orang untuk shalat?”. Maka Rasulullah saw secara spontan memerintahkan Bilal “hai Bilal panggillah mereka untuk shalat”. Bilalpun mengumandangkan adzan untuk pertama kali dalam sejarah. Begitulah asal-usul adzan sebagaimana tersebut dalam hadist Shahih Bukhari dalam Kitabul Adzan. 
Adapun mengenai sistematika adzan itu sendiri yang diajarkan Rasulullah saw kepada sahabat Bilal adalah sebagaimana yang kita dengar sekarang ini. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw.
عن أنس رضي الله عنه قال: أمر بلال أن يشفع الأذان, وأن يوتر الإقامة إلا الإقامة 
Diriwayatkan dari Anas r.a.  Bilal diperintahkan untuk mengulang pengucapan (kalimat) adzan dua kali, dan untuk iqamah satu kali kecuali ‘qad qamatis shalah’ 
Begitu pula bagi yang mendengarkan, disunnahkan untuk menjawabnya sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw dengan mengikuti kalimat muaddzin kecuali ketika kalimat hayya alas shalah dan hayya alal falah, maka jawabannya adalah lahaula wala quwaata illa billah.
Adzan dan iaqamah sendiri menurut fiqih merupakan salah satu kesunnahan yang harus dikumandangkan bagi mereka yang hendak mendirikan shalat. Hal ini menjadi penting apabila kita mengingat sebuah hadits Rasulullah saw yang menerangkan keutamaan adzan, bahwa ketika adzan dikumandangkan, setan lari terbirit-birit sambil kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan. Ketika adzan telah selesai maka ia muncul lagi dan pada saat iqamah diperdengarkan, ia pun lari terbirit-birit lagi. Dan ketika iqamah selesai ia datang kembali dan membisikkan sesuatu kepada dalam hati manusia dan mengingatkan manusia segala ini-itu, yang tidak teringat sebelum shalat. Demikian, sehingga manusia itu lupa (ragu) berapa rakaat yang telah ia kerjakan. Sebagaimana diterangkan dalam Mukhtashar Sahih Bukhari di bawah ini:
‏ ‏حدثنا ‏ ‏عبد الله بن يوسف ‏ ‏قال أخبرنا ‏ ‏مالك ‏ ‏عن ‏ ‏أبي الزناد ‏ ‏عن ‏ ‏الأعرج ‏ ‏عن ‏ ‏أبي هريرة ‏أن رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏قال ‏ ‏إذا نودي للصلاة أدبر الشيطان وله ضراط حتى لا يسمع التأذين فإذا قضى النداء أقبل حتى إذا ‏ ‏ثوب ‏ ‏بالصلاة أدبر حتى إذا قضى ‏ ‏التثويب ‏ ‏أقبل حتى يخطر بين المرء ونفسه يقول اذكر كذا اذكر كذا لما لم يكن يذكر حتى يظل الرجل لا يدري كم صلى
Maka menjadi wajar jika dikemudian hari adzan dan iqamah menjadi tradisi tersendiri bagi kaum muslim yang biasa dikumandangkan dalam waktu-waktu penting tertentu yang dianggap ‘rawan’ dari godaan syaitan. Sebagaimana adzan-iqamah diperdengarkan ditelinga mereka yang pingsan, atau ketika melihat ular yang tidak pada tempatnya (di kantor, di rumah dll).
Begitu dekatnya hubungan adzan-iqamah dengan shalat, sehingga keduanya menjadi simbol dari keislaman itu sendiri. Belum lagi kandungan keduanya yang menyerukan syahadat tauhid dan rasulnya. Oleh karenanya sebagian masyarakat muslim menjadikan adzan sebagai salah satu tradisi penanda ketauhidan yang sangat bernilai bagi mereka yang mendengarkan baik sebagia bentuk pengajaran (seperti adzan-iqamah untuk bayi yang baru lahir) atau pengingat (bagi mayit yang hendak dikuburkan).

Puisi Permohonan Maaf Romantis Terbaik untuk Pacar

Aku tahu aku tidak layak dimaafkan Tetapi maafkan aku. Meskipun mungkin aku tidak termaafkan Aku tetap minta maaf. Walaupun memang kamu benar untuk tidak memaafkan aku Aku mohon …. Naafkanlah aku. Ya, maafkan aku… Aku yang tidak patut untuk dimaafkan memohon maafmu. Untuk yang terakhir kali walaupun engkau tidak ingin memaafkan aku Aku ingin minta maaf. Untuk terakhir… sekali lagi, Aku berlutut memohon maaf darimu. Meski telingaku tidak mendengar senandung maaf dari mulut kamu Ingin aku diampuni oleh kamu. Dalam heningnya malam yang syahdu Gairah hidupkupun hilang merindu Sejuta penyesalan penuhi ruang hampaku Selimuti pekat ruang kalbuku Membuat aku semakin pilu.. Kini hatiku semakin pilu Karena asa yang terganggu Jauh dari dasar hatiku Lewat torehan hati yang pilu Kucurahkan jeritan hati ini Kulayangkan kata maaf padamu Sebagai tanda keseriusanku.

Selasa, 19 Februari 2013

SEJARAH RESIMEN MAHASISWA INDONESIA

Sejarah terbentuknya Resimen Mahasiswa ditinjau dari :
1.    Tinjauan Historis dan Psikologis
                  Menwa pertama kali dibentuk oleh Jendral Besar A.H. Nasution pada pemerintahan Orde Lama, misi dan tujuan dari pembentukan Resimen Mahasiswa terutama untuk membendung penyebaran paham komunis dalam kampus, dihadapkan dengan “ancaman nyata”, yaitu organisasi kepartaian termasuk PKI seperti CGMI dan lain-lain. Selanjutnya Resimen Mahasiswa lebih dikenal tahun 1963. Legitimasi keabsahannya adalah Keputusan Bersama Menteri Pertama bidang Pertahanan Keamanan (Wampa Hankam) dan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) nomor : M/A/20/1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di Perguruan Tinggi Jo Keputusan Bersama Menko Hankam / Kasad dan Menteri PTIP nomor : M/A/165/1965 tentang Organisasi dan Prosedur Resimen Mahasiswa sesuai dengan undang-undang Pertahanan Negara (UURI No. 29 Tahun 1954) yang berlaku waktu itu Panglima Teritorium III/Siliwangi (TT III/Slw) Kolonel R.A Kosasih mengeluarkan kebijakan mengadakan Latihan Keprajuritan Mahasiswa bandung.
             Pada tahun 1963 dibentuklah Resimen Mahasiswa berdasarkan Keputusan Bersama Wampa bidang Hankam dengan Menteri PTIP bersumber dari mahasiswa dari mahasiswa yang sudah mendapatkan latihan dasar keprajuritan, maka lahirlah Resimen Mahasiswa Mahawarman untuk daerah Jawa Barat dan Resimen Mahasiswa Maharuyung untuk daerah Sumatera barat, serta Resimen Mahasiswa lain lahir berturut-turut di daerah lainnya.


              Pada tahun 1967 terjadi perubahan pokok pikiran yang menggabungkan 3 bentuk DIKHANKAMNAS menjadi 1 bentuk yakni wajib latih Mahasiswa (Walawa) yang terbagi menjadi 3 bentuk, masing-masing dengan kualifikasi Tamtama, Bintara, dan Perwira. Pada kualifikasi Tamtama Walawa bersifat wajib, intra kurikuler dan intra universitas. Pada kualifikasi Bintara dan Perwira, Walawa bersifat sukarela selektif, ekstra kurikuler-intra universitas (dengan rekomendasi rektor). Setelah diadakan evaluasi pada tahun 1972 maka walawa ditingkatkan menjadi Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan, dengan Keputusan Bersama tiga menteri Menhankam/ Pangab, Mendagri dan Mendikbud nomor : Kep/39/XI/1975, 0246 a/U/1975 dan 247 tahun 1975 tentang Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa dalam rangka mengikutsertakan Rakyat dalam Pembelaan Negara. Di samping itu Resimen Mahasiswa  yang bersifat sukarela selektif, ekstra kurikuler intra universitas dan menjadi tanggung jawab tiga departemen yakni Dephankam, Departemen P & K dan Departemen Dalam Negeri yang prosedur pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Bersama tanggal 19 Januari 1978 nomor : Kep/02/I/1978, 05/a/U/1978 dan 17 A tahun 1978 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa.
                Kemudian guna menyesuaikan situasi dan kondisi serta perkembangan yang ada amaka pada tanggal 28 Desember 1994 diadakan peninjauan kembali dengan menghasilkan keputusan bersama tiga menteri  yang baru yakni nomor : Kep/11/XII/1994, 0342/U/1994,149 tahun 1994 tentang Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa dalam Bela Negara. Dan sebagai petunjuk pelaksanaanya pada tanggal 14 maret 1996 dikeluarkan beberapa keputusan Dirjen Persmanvet :
            Nomor Kep/03/III/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Resimen Mahasiswa
            Nomor Kep/04/III/1996 tentang petunjuk Pelaksanaan Pakaian Seragam, Dhuaja dan Tunggul Resimen Mahasiswa dan Pemakaiannya
            Nomor Kep/05/III/1996 tentang Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa
            Kemudian pada tanggal 13 November 1996 Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud Nomor : 522/DIKTI/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Satuan Resimen Mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi.
              Seiring dengan perkembangan dan sebagai upaya meredam gejolak-gejolak yang selama ini Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa cenderung berkiblat kepada TNI dan seolah-olah terlepas dari pembinaan kampus, maka pada hari Rabu tanggal 11 Oktober 2000 dikeluarkan KB Tiga Menteri Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor : KB/14/M/X2000, 6/U/KB/2000, dan 39 A Tahun 2000 tentang pembinaan dan pemberdayaan Resimen Mahasiswa. Dengan dikeluarkan KB 3 Menteri tahun 2000 ini bukan berarti pembubaran Resimen Mahasiswa tetapi merupakan pengaturan kembali tentang mekanisme Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa agar diarahkan sesuai dengan kedudukan baik melalui lembaga kemahasiswaan maupun melalui RATIH.
2.    Tinjauan Yuridis
           
        - Undang-undang Pertahanan Negara (UU RI No. 29 Tahun 1954), yang dalam ketentuan peralihan UU RI No. 20/1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 1 Tahun 1988 tentang perubahan atas UU RI No. 20/1982 tersebut.
     - Kepres RI No. 55 tahun 1972 tentang penyempurnaan Hansip dan Wankamra dalam rangka penertiban Sishankamrata, sedangkan pembinaan dan penggunaannya diatur dalam keputusan bersama Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri tahun 1975.
        - Kepres tersebut ditindak lanjuti dengan Keputusan Bersama Menhankam, Mendikbud dan Mendagri No. Kep/11/XII/1984, tanggal 28 desember 1984 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa dalam Bela Negara.
          - Undang-undang RI No. 56 tahun 1999 tentang Ratih.
            1).  Pasal 1 ayat 6 komponen Cadangan adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama.
             2).  Pasal 8 ayat 1 komponen cadangan terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.
              3).  Pasal 9
                 a).  ayat 2 titik b keikutsertaan warganegara dalam upaya bela negara, diselenggarakan melalui pelatihan dasar kemiliteran secara wajib.
                   b).  ayat 3 ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur undang-undang.